Jumat, 14 November 2014

Pemuda-pemudi Indonesia, Bangun Pertanian Bangsamu!

Jika pemuda memulainya dari sekarang, jangan heran lima atau sepuluh tahun mendatang dunia akan gempar melihat kemajuan bidang pertanian dan kedigdayaan Indonesia makin dikagumi oleh negara lain. Seperti nenek moyang kita sejak zaman Tarumanegara, Sriwijaya dan Majapahit yang mengekspor hasil hutan dan pertanian terutama rempah-rempah sehingga membuat bangsa Eropa menyebrangi lautan mau berperang mati-matian di tusuk bambu demi menguasai negeri kita tercinta,


“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya … Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia” ~Soekarno~…Pemuda memiliki potensi yang luar biasa besar dalam proses perubahan. Sosok pemuda yang biasanya muncul adalah gaya idealis, berani, mempunyai daya dobrak, kreatif, kritis dan lain-lain. Tidak keliru jika pemuda dianggap tulang punggung peradaban dan masa depan suatu bangsa.
Gaya hidup yang cenderung hedonis, hura-hura, buang waktu dengan fasilitas game on-line, terlalu memuja idola dan budaya instan menjadikan tantangan membangun karakter pemuda kita. Himpitan kurikulum, ekonomi, pengaruh budaya luar negeri yang belum tentu cocok sudah benar merasuk dalam model pendidikan pemuda kita. Seolah peran strategis pemuda secara perlahan akan mandul, tumpul dan tidak terarah.
Pertanian merupakan salah satu warisan anak cucu yang tidak bisa tergantikan oleh sektor lain. Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam bidang pertanian.

Indonesia Negeri Agraris, seharusnya menjadi penyuplai Dunia 
Masyarakat desa di Indonesia identik dengan sektor pertanian  dan sektor ini hampir dihuni oleh 70-80% dari total populasi  warga negara Indonesia. Oleh karenanya, tidak salah apabila Bangsa Indonesia  dikenal sebagai masyarakat agraris.  Itu berarti terdapat paling tidak sekitar 180 juta jiwa penduduk Indonesia yang dihidupi atau menggantungkan hidup dari sektor pertanian.    Mereka adalah petani yang bisa jadi adalah petani subsisten (peasant) yakni petani yang masih memikirkan kebutuhan hidupnya sehari-hari dan belum berorientasi market.  Atau pula petani bisnis (farmer) yaitu petani yang telah berhasil mengatasi kebutuhan hidupnya sehari-hari dan telah berorientasi pasar.   Pada umumnya, masyarakat petani di Indonesia  adalah petani padi yang diperuntukkan dalam rangka mencukupi kebutuhan sehari-hari ataupun dijual untuk menutupi kebutuhan sektor rumah tangga, baik  untuk keperluan adat istiadat, sekolah anak ataupun pembayaran zakat, listrik dan lain sebagainya.  Mereka ini adalah bagian masyarakat yang kerap terabaikan dalam terma-terma kebijakan pembangunan.  Dimana,  keadaan mereka seringkali terjepit akibat ketiadaan kebijakan yang mampu menyentuh kehidupan mereka.

Golongan mereka ini adalah anggota masyarakat yang dari segi sosial ekonomi rumah tangga memiliki pendapatan yang serba pas-pasan.  Golongan mereka ini, bisa jadi adalah kaum pendatang yang menyewa lahan untuk pertanian, atau bisa juga mereka yang memiliki lahan relatif sempit ataupun buruh tani yang dipekerjakan di sawah-sawah atau ladang-ladang kaum elit desa.   Golongan masyarakat petani yang sedikit lebih maju adalah petani (farmer) yang telah berhasil mengatasi kebutuhan subsistensnya, sehingga mereka ini telah mengalihkan pola pertaniannya ke arah pasar. Yakni, pertanian yang melihat prospek pasar atau paling tidak, mereka ini telah dapat mengidentifikasi kemauan pasar, pola pertanian yang lebih maju seperti pemupukan yang lebih sempurna, penggunaan pestisida dan  yang terpenting adalah bahwa dari segi sosial ekonomi, mereka memiliki modal yang  cukup untuk mengembangkan pertaniannya. Bisa jadi mereka ini adalah kaum  konglomerat desa, ataupun pemodal yang turun dari kota dan memilih sektor pertanian sebagai lahan usahanya.     Namun demikian, persoalan yang justru timbul adalah bagaimanakah nasib petani kita, khususnya petani subsistens yang  dari segi sosial ekonomi tergolong masyarakat dengan pendapatan yang relatif rendah?.  Apakah kebijakan pemerintah telah berhasil meningkatkan status pertanian kita?.  Indonesia harusnya bisa menjadi penyuplai makanan dunia, dengan kelebihan luas areal pertanian dan iklim tropisnya bukan menjadi pengimpor. Menurut Chairul Tanjung dengan bertambahnya popoulasi dunia yang mencapai 8 M di tahun 2050 seharusnya kita bisa membidik peluang bisnis di FEW (Food, Energy & Water) tapi sayang kita menjadi pengimpor nomor wahid bidang pertanian dan agrobisnis.

Sektor Pertanian dan Arah Kebijakan Pembangunan
Dewasa ini, konsentrasi pembangunan kita berada di perkotaan yakni dengan mengutamakan sektor industri ataupun jasa layanan publik.  Berbagai pembenahan dilakukan diperkotaan sehinga menarik laju urbanisasi yang meningkat dan menghasilkan masalah yang cukup kompleks mulai dari perburuhan, perumahan dan ruaknya lingkungan hidup. Disamping itu, membudayanya anggapan bahwa kota adalah cermin peradapan, telah pula menjadi daya tarik sendiri bagi daerah perkotaan. Akibatnya orang-orang dari desa berlomba-lomba datang kekota mengadu nasib mereka.  Ironisnya adalah bahwa kerap kali mereka itu tanpa dibekali oleh sejumlah pengetahuan yang cukup sehingga, sumber daya yang mereka miliki tidak banyak bermanfaat dikota. Akibatnya  adalah  bahwa mereka itu terpaksa memasuki sektor informal di perkotaan yang relatif lebih mudah untuk dimasuki. 
Fenomena seperti  ini telah serta merta  menjadikan  desa menjadi miskin sumber daya manusia karena mereka yang melakukan migrasi (kekota) pada umumnya adalah kalangan muda.  Akibatnya, desa menjadi relatif terlupakan dan sektor yang penting di desa yakni sektor pertanian dikelola oleh generasi yang relatif tua, yang memiliki kemampuan rendah baik secara teknis dan non teknis dalam mengelola pertaniannya. Keadaan ini, telah pula menjadikan desa sebagai  kawasan yang kurang maju dibanding dengan kota.
Disamping itu, minimnya campur tangan pemerintah dalam mengelola pertanian masyarakat desa telah membuat desa relatif tertinggalkan. Geliat masyarakat untuk menggerakkan pertaniannya menjadi kendur akibat pola kebijakan pemerintah yang dinilai  bukan mendukung usaha mereka, tetapi justru mengelabui mereka.Lihat saja irigasi yang dulu dibangun di era orde baru dibiarkan rusak dan merana, sehingga petani harus mengeluarkan ongkos lebih untuk membeli diesel untuk menyedot air sebagai pangairan. Kemudian disisi peternakan pemerintah bukanya mendorong budidaya lokal tetapi justru mengimpor dari luar. Katakanlah tentang  upaya pemerintah baru-baru ini untuk melakukan import beras. Disatu sisi keputusan ini adalah bentuk pertanggungjawaban terhadap  sebagaian kecil masyarakat Indonesia yang tinggal diperkotaan yang konon  masuk dalam garis kemiskinan.

Disamping itu, persoalan lain yang belum terpecahkan hingga saat ini adalah menyoal tentang harga-harga pupuk ataupun pestisida yang relatif tidak terjangkau oleh para petani kita, maupun tidak adanya kepastian harga-harga hasil pertanian.  Ambil saja contoh seperti padi. Dengan cara yang sederhana, padi  baru menghasilkan setelah empat bulan dan harga jual gabah berada di bawah rata-rata. Sehingga berdasarkan kalkulasi yang tidak begitu rumit, hasil pertanian padi selama empat bulan tersebut adalah merugi.  Sementara, bagi sebagian petani padi tersebut sepertinya tidak punya pilihan untuk  beralih ke sektor tanaman lain, ataupun sama sekali dengan alasan tertentu  tidak memiliki alternatif untuk pindah pekerjaan. Namun, bagi sebahagaian orang lain, dengan kondisi petanian yang terus merugi mau tidak mau dirinya harus keluar dari sektor itu dan beralih kesektor lain kendati   ia belum memiliki kemampuan yang sesuai dengan pekerjaan barunya. Kondisi seperti ini telah berakibat langsung pada sektor pertanian kita, dimana kita akan selamanya menjadi konsumen beras. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan kebijakan pemerintah yang dapat menyentuh masyarakat petani desa, yakni dengan mengupayakan pembangunan desa dan sektor pertaniaanya.   Dengan begitu, masyarakat desa tidak lagi berbondong-bondong ke kota untuk mencari alternatif pekerjaan.

Belum lagi kesulitan para petani dan peternak mengakses KUR untuk membiayai lahan dan peternakan mereka, BRI yang dulu disetup sebagai bank rakyat menjadi bank yang menyalurkan kredit konsumtif seperti Mobil, Motor dan kepemilikan rumah serta korporasi-korporasi. Sehingga petani, peternak dan nelayan kita  jatuh  kedalam jeratan rentenir yang kadang juga merangkap sebagai tengkulak, sehingga saat panen posisi tawar mereka lemah karena terjerat hutang. Belum lagi tidak updatenya teknologi pertanian dan kekurang mampuan mengakses teknologi khususnya internet menjadi sumber keterbelakangan petani, peternak dan nelayan Indonesia dibandingkan negara lain di Asia tenggara salah satu contohnya adalah dengan Thailand. Juga akses pemasaran global, dengan internet dan social media atau toko online semacam Ali baba dan E-bay, saya pernah cek produk pertanian beras hitam semua berasal dari china dengan harga yang selangit tak satupun berasal dari Indonesia padahal kita punya sentra beras hitam dan berbagai varietas beras hitam yang lebih unggul.
Saatnya pemuda di Indonesia melirik dan beralih untuk turut membangun pertanian di Indonesia. Jangan sampai lulusan-lulusan Universitas-Universitas pertanian kerjanya jadi teller bank atau sales mobil, harusnya mereka pemuda bisa menjadi motor penggerak kebangkitan pertanian Indonesia. Jika pemuda memualinya dari sekarang, jangan heran lima atau sepuluh tahun mendatang dunia akan gempar melihat kemajuan bidang pertanian dan kedigdayaan Indonesia makin dikagumi oleh negara lain. Seperti nenek moyang kita sejak zaman Tarumanegara, Sriwijaya dan Majapahit yang mengekspor hasil hutan dan pertanian terutama rempah-rempah sehingga membuat bangsa Eropa  menyebrangi lautan menjajah negeri kita tercinta, saatnya kita menjajah mereka.

Pemuda yang turut andil membangun pertanian juga akan membantu kemandirian pangan yang hingga saat ini lebih banyak gembar-gembornya dibanding pelaksanaanya. Bayangkan jika satu orang pemuda beserta semangatnya yang meletup-letup disalurkan kepada kemajuan pertanian, hingga tidak ada sejengkalpun lahan nganggur. Lapangan pekerjaan sudah tidak perlu terlalu dipikirkan, pangan yang menjadi permasalahan hidup mati lebih mudah disiapkan. Maka bangsa secara sendirinya akan terbangun.
Mari pemuda diseluruh Indonesia bersatu padu dan mulai melakukan sesuatu yang bermanfaat. Jangan biarkan Indonesia dijajah pangan impor, jangan biarkan lahan tak tergarap, jangan biarkan ibu pertiwi merana. Mari berkomitmen membangun pertanian Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar