Jumat, 14 November 2014

Bukan Buah Biasa


Seorang turis Korea terheran-heran melihat satu tandan besar pisang diberikan kepada monyet-monyet di Kebun Binatang Ragunan. “Pisang itu kan mahal,” katanya. Betul. Di negara-negara beriklim dingin, pisang termasuk buah mewah. Tidak semua orang bisa menikmati pisang, maupun sekadar melihat pohonnya. Faktanya, hanya 85 dari sekitar 230 negara di dunia yang bisa bertanam pisang karena diberkati iklim tropis. Indonesia termasuk produsen nomor enam terbesar, setelah India, Brasil, Ekuador, Filipina, dan China. Indonesia memasok sekitar 5% dari 70-juta ton pisang yang diperdagangkan setiap tahun di bumi ini.
Pisang, buah pertama dan terakhir yang dapat dikonsumsi manusia. Mulai dari bayi hingga saat sakit karena tua menjelang mati, manusia boleh makan pisang. Makanya etnis Jawa menyematkan nama gedhang, akronim dari digeget bubar madhang alias dinikmati sesudah makan. Kajian ilmiah menyebutkan setiap 100 gram buah pisang mengandung 1,2 g protein, 0,3 g lemak, 17 mg kalsium, 78 mg karoten, 88 mg kalium, 27,2 g karbohidrat, 0,4 g serat, dan 116 kkal energi.
Faktanya, pisang tak cuma dinikmati sebagai buah meja. Ada pisang tanduk yang menjadi andalan untuk membuat pisang goreng. Pisang batu tak pernah absen untuk membuat rujak. Bahkan ada pisang abaca yang batangnya bisa dipintal menjadi serat.
Batang pisang alias gedebong pun masih bermanfaat. Seni pedalangan di Jawa mengandalkan gedebong untuk menancapkan wayang saat pagelaran. Gedebong juga kaya zat pertumbuhan sehingga dipakai untuk menunmbuhkan pakan di kolam baru sebelum bibit ikan ditebar.
Siapa pun tak akan menolak sepiring nasi hangat dan pecel jantung pisang di waktu makan. Coba, berapa banyak makanan tradisional yang tersaji dalam kemasan daun pisang? Tidak usah disebutkan, yang jelas memang banyak. Ternyata, pohon multimanfaat tak cuma kelapa. Toh, tidak perlu repot mengganti lambang pramuka dengan pohon pisang. Nikmati saja sore anda dengan pisang goreng dan secangkir teh hangat.

0 komentar:

Posting Komentar