Rabu, 26 November 2014

Kisah Nasrudin Hoja (part 4)


HARMONI BUAH-BUAHAN

Nasrudin bersantai di bawah pohon arbei di kebunnya. Dilihatnya seluruh kebun, terutama tanaman labu yang mulai berbuah besar-besar dan ranum. Seperti biasa, Nasrudin merenung.

"Aku heran, apa sebabnya pohon arbei sebesar ini hanya bisa menghasilkan buah yang kecil. Padahal, labu yang merambat dan mudah patah saja bisa menghasilkan buah yang besar-besar."

Angin kecil bertiup. Ranting arbei bergerak dan saling bergesekan. Sebiji buah arbei jatuh tepat di kepala Nasrudin yang sedang tidak bersorban.

"Ah. Kurasa aku tahu sebabnya."

JATUHNYA JUBAH

Nasrudin pulang malam bersama teman-temannya. Di pintu rumah mereka berpisah. Di dalam rumah, istri Nasrudin sudah menanti dengan marah. "Aku telah bersusah payah memasak untukmu sore tadi !" katanya sambil menjewer Nasrudin. Karena kuatnya, Nasrudin terpelanting dan jatuh menabrak peti.

Mendengar suara gaduh, teman-teman Nasrudin yang belum terlalu jauh kembali, dan bertanya dari balik pintu,

"Ada apa Nasrudin, malam-malam begini ribut sekali?"

"Jubahku jatuh dan menabrak peti," jawab Nasrudin.

"Jubah jatuh saja ribut sekali ?"

"Tentu saja," sesal Nasrudin, "Karena aku masih berada di dalamnya."

RELATIVITAS KEJU

Setelah bepergian jauh, Nasrudin tiba kembali di rumah. Istrinya menyambut dengan gembira,

"Aku punya sepotong keju untukmu," kata istrinya.

"Alhamdulillah," puji Nasrudin, "Aku suka keju. Keju itu baik untuk kesehatan perut."

Tidak lama Nasrudin kembali pergi. Ketika ia kembali, istrinya menyambutnya dengan gembira juga.

"Adakah keju untukku ?" tanya Nasrudin.

"Tidak ada lagi," kata istrinya.

Kata Nasrudin, "Yah, tidak apa-apa. Lagipula keju itu tidak baik bagi kesehatan gigi."

"Jadi mana yang benar ?" kata istri Nasrudin bertanya-tanya, "Keju itu baik untuk perut atau tidak baik untuk gigi ?"

"Itu tergantung," sambut Nasrudin, "Tergantung apakah kejunya ada atau tidak."

TERBURU-BURU

Keledai Nasrudin jatuh sakit. Maka ia meminjam seekor kuda kepada tetangganya. Kuda itu besar dan kuat serta kencang larinya. Begitu Nasrudin menaikinya, ia langsung melesat secepat kilat, sementara Nasrudin berpegangan di atasnya, ketakutan.

Nasrudin mencoba membelokkan arah kuda. Tapi sia-sia. Kuda itu lari lebih kencang lagi. 
Beberapa teman Nasrudin sedang bekerja di ladang ketika melihat Nasrudin melaju kencang di atas kuda. Mengira sedang ada sesuatu yang penting, mereka berteriak,

"Ada apa Nasrudin ? Ke mana engkau ? Mengapa terburu-buru ?"

Nasrudin balas berteriak, "Saya tidak tahu ! Binatang ini tidak mengatakannya kepadaku !"

BERSEMBUNYI

Suatu malam seorang pencuri memasuki rumah Nasrudin. Kabetulan Nasrudin sedang melihatnya. Karena ia sedang sendirian aja, Nasrudin cepat-cepat bersembunyi di dalam peti. Sementara itu pencuri memulai aksi menggerayangi rumah. Sekian lama kemudian, pencuri belum menemukan sesuatu yang berharga. Akhirnya ia membuka peti besar, dan memergoki Nasrudin yang bersembunyi.

"Aha!" kata si pencuri, "Apa yang sedang kau lakukan di sini, ha?"

"Aku malu, karena aku tidak memiliki apa-apa yang bisa kau ambil. Itulah sebabnya aku bersembunyi di sini."

SAMA RATA SAMA RASA

Seorang filosof menyampaikan pendapat, "Segala sesuatu harus dibagi sama rata."

"Aku tak yakin itu dapat dilaksanakan," kata seorang pendengar yang skeptik.

"Tapi pernahkah engkau mencobanya ?" balas sang filosof.

"Aku pernah," sahut Nasrudin, "Aku beri istriku dan keledaiku perlakuan yang sama. Mereka memperoleh apa pun yang mereka inginkan."

"Bagus sekali," kata sang filosof, "Dan bagaimana hasilnya ?"

"Hasilnya ? Seekor keledai yang baik dan seorang istri yang buruk."

MENJUAL TANGGA

Nasrudin mengambil tangganya dan menggunakannya untuk naik ke pohon tetangganya. Tetapi sang tetangga memergokinya.

"Sedang apa kau, Nasrudin ?"

Nasrudin berimprovisasi, "Aku ... punya sebuah tangga yang bagus, dan sedang aku jual."

"Dasar bodoh. Pohon itu bukan tempat menjual tangga!" kata sang tetangga, marah.

Nasrudin bergaya filosof. "Tangga, bisa dijual di mana saja."

HARGA KEBENARAN

Seperti biasanya, Nasrudin memberikan pengajaran di mimbar. "Kebenaran," ujarnya "adalah sesuatu yang berharga. Bukan hanya secara spiritual, tetapi juga memiliki harga material."

Seorang murid bertanya, "Tapi mengapa kita harus membayar untuk sebuah kebenaran ? Kadang-kadang mahal pula ?"
"Kalau engkau perhatikan," sahut Nasrudin, "Harga sesuatu itu dipengaruhi juga oleh kelangkaannya. Makin langka sesuatu itu, makin mahallah ia."


 
 
 
 
 
 

0 komentar:

Posting Komentar