Bahaya Mabuk Pujian
Dipuji, dikagumi, diperlakukan spesial itu sangat nikmat, sehingga banyak orang yang sangat merindukannya.
Dan bagi yang tak hati – hati dan tak kuat iman, akan banyak kerusakan yang timbul bila sudah diperbudak dan mabuk pujian.
Seperti orang mabuk; berpikir, berbicara, bersikap dan mengambil keputusan menjadi tak normal / error.
Hati akan cenderung hilang kepekaan, mudah tersinggung dan sakit hati
bila orang tak memuji atau mmperlakukannya tak sesuai harapan.
Hidup selalu galau, sangat cemas orang tak lagi memperhatikannya.
akal selalu berputar akibatnya jadi kurang peduli kepada yang lain,
selalu orientasi diri sendiri.
Sibuk sekali membangun ‘kemasan’/topeng’ demi penilaian orang walau harus berhutang atau menanggung resiko yang berat.
Orang – orang disekitarnya pecinta penilaian manusia, tak akan merasa
nyaman, karena yang bersangkutanpun tak nyaman dengan dirinya sendiri.
Hubungan dengan Allohpun semakin terhijab, walau banyak ilmu agama
dan rajin ibadah, karena di hatinya bukanlah Alloh yang dituju melainkan
sibuk dengan penilaian makhluk.
Mengapa orang memuji? Karena mereka tidak tahu siapa diri kita. Kalau
mereka tahu siapa kita sebenarnya, pasti mereka tak akan memuji.
Celakanya kalau dipuji, kita menikmati sesuatu yang sesungguhnya tidak
ada pada diri ini.
Pujian dapat membuat kita jadi yakin seperti apa yang dikatakan
orang, sampai kita tidak jujur kepada diri sendiri. Sebenarnya yang tahu
seperti apa diri ini adalah kita sendiri. Orang yang memuji hanya
menyangka saja.
Seharusnya, pujian itu membuat kita malu. Karena apa yang mereka
katakan, sebenarnya tidak ada pada diri kita. Tapi bagi para pecinta
dunia, mereka akan menikmati sesuatu yang tidak ada pada dirinya.
Artinya, dia berbohong pada dirinya sendiri.
Bahayanya pujian itu ada tiga :
Pertama, kita jadi terpenjara oleh pujian orang. Kita takut
kehilangan segala pujian pada diri. Akibatnya, kita melakukan apa saja
supaya pujian itu tidak hilang. Orang yang dipuji dan memercayai pujian,
dia tidak akan menerima nasihat dari orang lain. Karena dia benar-benar
termakan, terbelenggu dan terpenjara oleh pujian tersebut.
Kedua, dia sangat sulit mengakui kekurangannya. Ini adalah
malapetaka. Orang yang tidak bertaubat, dialah orang zalim. Orang yang
tidak mau mengakui dosanya itu termasuk zalim. Kalau kita telah
menyakiti orang, tetapi tidak mengakui, berarti kita sudah zalim. Zalim
pada orang dan pada diri sendiri.
Ketiga, kalau orang sudah senang dipuji, maka tidak ada ikhlas dalam
dirinya. Karena segala perbuatan yang dilakukannya hanya untuk
mempertahankan pujian. Dia akan mengatur penampilan dan sikapnya agar
terlihat baik bagi orang. Apakah mungkin orang seperti ini akan ikhlas?
Jawabannya tidak! Karena dia melakukan apapun bukan untuk Allah lagi,
tapi karena untuk pujiannya. Tiap hari pekerjaannya hanya berpikir
bagaimana agar tetap dianggap teladan.
Seorang anak yang sudah terbiasa dipuji, berarti kita merusak dia.
Dia akan merasa dirinya istimewa. Dia merasa dirinya khusus dan merasa
dirinya lebih dari orang lain. Maka tunggulah ketika dia dewasa, dia
tidak akan memandang orang tuanya. Karena dia dibesarkan untuk tidak
jujur melihat dirinya. Dia dibesarkan untuk melihat dan membangun
topengnya.
Rasulullah SAW bahkan amat tidak berkenan bila melihat orang lain memuji-muji:
“Bila kamu melihat orang-orang yang sedang memuji-muji dan
menyanjung-nyanjung maka taburkanlah pasir ke wajah-wajah mereka.” (HR.
Ahmad)
Jangan menikmati pujian atau jangan termakan terjebak pujian. Pujian
itu bisa memabukkan diri seseorang. Segalanya bisa jadi alat untuk
membuatnya dipuji. Berbuat sederhana pun bisa menjadi alat pujian,
yakni, supaya dinilai tawadlu. Padahal dengan pujian-pujian itu hidupnya
bisa menjadi munafik. Orang-orang di sekitarnya juga tidak nyaman,
karena orang-orang tidak bisa dibeli hatinya dengan kepura-puraan.
Islam mengajarkan kita menjadi orang yang asli. Murni tanpa rekayasa
dan kepura-puraan. Apa yang kita perbuat tujuannya cuma satu agar Allah
menerima (ridha). Tidak ada masalah dengan penerimaan dan penghargaan
dari orang lain. Yang penting apa yang kita lakukan benar, tidak
menyakiti dan melanggar hak orang lain.
Tidak ada kepura-puraan, tidak ada kepalsuan. Antara perbuatan dan
perkataan sama, maka akan tercipta rasa nyaman. Nyaman untuk kita,
nyaman untuk orang di sekitar kita. Kalau berpura-pura, kita akan merasa
tidak nyaman. Orang lain pun juga merasa sama, tidak nyaman.
Islam itu nyaman di hati betapapun badai harus dihadapi. Kenapa? Karena tidak ada kepura-puraan.
Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Rabu, 29 Oktober 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar